Pondok Pesantren Barokah Darurrohman

Ad Code

INFO

4/recent/ticker-posts

Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi: Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an

  


Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi: Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an

Syaikh Ramadhan al-Buthi adalah ulama yang progresif dalam menciptakan sebuah karyanya yang sangat beragam. Saya jadi teringat dengan Imam Jalaludin as-Suyuthi yang menulis karyanya lebih banyak dari sisa umurnya. Bagaimana tidak, Imam as-Suyuthi setelah ditinggal wafat ayahnya sejak kecil. Tercatat kala itu Imam as-Suyuthi berusia lima tahun. Di umur delapan tahun Imam Suyuthi mengkhatamkan hafalan al-Qur’an 30 juz.

Melihat sosok Syaikh Ramadhan al-Buthi yang mendapatkan pendidikan pertama melalui ayahnya yang sangat luar biasa. Pertama yang beliau pelajari adalah tentang ilmu aqidah, sirah Nabi, ilmu alat, ilmu nahwu dan sharaf. Di umur empat tahun beliau mampu mengkhatamkan hafalan Alfiyah Ibnu Malik sebanyak 1000 bait. Memasuki usia enam tahun beliau sudah mengkhatamkan al-Qur’an. Maka titik perbedaannya tidak terlalu jauh dengan sosok ulama terkemuka yaitu Imam Jalaludin as-Suyuthi. Keduanya adalah sosok ulama teladan yang bisa kita ikuti.

Sosok orang tua adalah bagian yang paling sentral dalam pengembangan dan pendidikan anak-anaknya. Keduanya harus saling menopang satu sama lain. Ayah memiliki tugas mendorong dan menyemangati putera puterinya, dan ibu menjadi madrasah pendidikan pertama bagi mereka. Ning Sheila Hasina menyampaikan sebuah maqolah dalam salah satu seminar yang berbunyi:

فَكَيْفَ نَظُنُّ بِالْأَبُنَاءِ خَيرْاً إِذَا نَشَأُوْا بِحَضْنِ اْلجَاهِلاَت

“Bagaimana kita bisa mampu menciptakan putera puteri shalih dan shalihah, kalaupun mereka dilahirkan dari rahim orang tua yang enggan untuk mendidik”.

Dalam sebuah kitab yang berjudul Manhaj Tarbawi Fariid fi al-Qur’an karya Syaikh Ramadhan al-Buthi, cetakan kedua dari Maktabah al-Farabi, Siria, Damaskus. Menghentikan langkah saya ketika sedang berjalan sore di negeri seribu benteng Maroko saat itu. Saya membelinya dan menemukan keunikan di dalam kitab ini.

Dalam muqodimahnya, syaikh ramadhan al-buthi menyampaikan tiga aspek penting dalam sebuah visi misi pendidikan dalam al-Qur’an. Di antaranya, pertama, urgensi pendidikan yang membekas sekaligus mempengaruhi metode pembelajaran para penuntut ilmu. Pendidikan adalah suatu sistem yang menancap dalam sebuah tatanan masyarakat dari praktek tingkah laku, falsafah dan metode pembelajaran, pemahaman sekaligus optimisme dalam menjalankan kehidupan.   

Kedua, agama Islam sejatinya berkembang dan bangkit dari sebuah tatanan yang kokoh, berupa aqidah, dasar-dasar beragama yang terbangun dari akal rasional, membantu terciptanya logika yang baik. Ketiga, aqidah adalah bagian dari hakikat agama Islam. Maka seharusnya hal ini menjadi dasar yang mutlak untuk mewujudkan kehendak manusia yang beranekaragam.

Dasar-dasar pendidikan yang diungkapkan oleh syaikh ramadhan al-buthi berupa hukum-hukum, aturan dan prinsip yang mengatur atas nilai-nilai yang disebutkan tadi. Bukan hanya itu, pendidikan al-Qur’an juga mendidik pribadi seseorang dan menilai keluhuran akhlak dan perilaku manusia dari segala aspek kehidupan, seperti halal haram, etika manusia yang bermacam-macam yang bersumber dari al-Qur’an.

Manhaj al-Tarbawii artinya adalah gaya bahasa, metode dan bentuk. Istilah Manhaj al-Tarbawii ini ditandai dengan susunan kata dalam al-Qur’an, bukan hanya ditandai eksistensinya agama Islam saja pada umumnya. Islam adalah sebuah agama yang mengandung arti pendidikan yang menyentuh pada  esensi kemanusiaan, dan tidak terlepas dari jiwa, jasad, dan akal (rasio) untuk memelihara fitrah yang suci.

Saya menjadi teringat unggahan video dari ceramah Gus Kautsar yang bertebaran di laman instagram, beliau menyampaikan: “pemberian yang paling terbaik kepada putera puteri kita bukanlah mobil alphard, motor yang bagus dan mahal dan juga harta yang melimpah ruah, tetapi pemberian terbaik adalah orang tua yang senantiasa mendidik anak-anaknya untuk menjadi generasi yang shalih-shalihah, beretika luhur dan berguna bagi masyarakat kelak”

Gus Kautsar menyebutkan sebuah maqolah yang berbunyi:

ما نحل والدٌ ولدًهُ أفضلُ مِن أدبٍ حسنٍ يفيدُهُ إيّاه أو جهلٍ قبيحٍ يكُفُّهُ عنه.

Maqolah di atas menghubungkan kepada firman Allah SWT yang termaktub dalam surat at-Tahrim ayat 6 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Gus Kautsar mengatakan bahwa para orang tua mempunyai kewajiban yang sangat agung dan mulia, apa kewajiban itu? Kewajiban mulia itu adalah menyelamatkan putera puterinya dari api neraka. Artinya adalah  orang tua sebagai pendidik harus mampu memberikan teladan yang baik dan peran utama bagi anak-anaknya sekaligus menjaganya dari marabahaya lainnya. Ujar Gus Kautsar dalam ceramahnya.

 

Al-Faqir Muhamad Reja Najib

Contact :

Posting Komentar

0 Komentar

.