Pondok Pesantren Barokah Darurrohman

Ad Code

INFO

4/recent/ticker-posts

Kiprah Santri Membangun Negeri Melalui Visi Misi Jihad Santri, Jayakan Negeri

  

Kiprah Santri Membangun Negeri Melalui Visi Misi Jihad Santri, Jayakan Negeri


Kiprah Santri Membangun Negeri Melalui Visi Misi

Jihad Santri, Jayakan Negeri

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) tahun 2008, kata santri diartikan sebagai orang yang mendalami agama Islam dan orang yang beribadat sungguh-sungguh (orang yang saleh). Berbeda dengan kata menyantri yang bermakna menjadi santri di pondok. Santri juga dapat diartikan seseorang yang senantiasa merawat masjid atau seseorang yang biasa tinggal di masjid. Santri juga dapat dimaknai dengan seseorang yang bisa berbahasa Belanda. [1]

Memaknai jihad yang berarti berjuang. Berjuang tidak selalu dimaknai dengan pertempuran, tetapi hakikat berjuang adalah untuk mempertahankan hidup dan memperbaiki nasibnya, berjuang untuk rakyat, berjuang dalam menjaga kemerdekaan Republik Indonesia dan berjuang untuk melawan keadilan. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Ibn al-Mubaarak dalam “al-Jihad Li Ibn al-Mubaarak” yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah bahwa ada seorang pemuda datang kepada Baginda Nabi Muhammad SAW menginginkan jihad di jalan Allah SWT dengan mengharapkan balasan dunia, Rasulullah SAW menjawab: tidak ada balasan bagi dia.[2] Maknanya adalah, seorang santri mampu menumbuhkan ruhnya untuk selalu siap berjuang melawan rasa malas, mempersiapkan diri untuk mengikuti arus modern yang kini semakin canggih, tetapi akhlak dan moral santri akan terus terpatri di dalam jiwa. Sebagaimana nasehat Imam Kholil Ibn Ahmad dalam sya’irnya:

اْلعِلمُ مِنْ شَرطِهِ لِمَنْ خَدَمَه # أن يَجعلَ النَّاسَ كُلُّهُمْ خَدَمَه

Salah satu janji ilmu adalah menjadikan manusia sebagai pelayan bagi orang yang telah memperjuangkannya/ melayaninya. [3]

Hari santri nasional pada 22 Oktober 2023 dengan menggelorakan “Jihad Santri, Jayakan Negeri” menjadi catatan sejarah yang penting. Kata santri mempunyai makna filosofi tersendiri. Dimulai dengan huruf “Sa” yaitu سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ bahwa santri adalah orang-orang yang senantiasa menyebarkan energi positif antar sesama dan sekitarnya, sekaligus mampu bersaing di kancah nasional maupun internasional. Selanjutnya huruf “N” yang bermakna نَهْضَةٌ yaitu kebangkitan  para santri. Bangkit dari sebuah keterpurukan, bangkit dari kegagalan dan keluar dari zona yang nyaman. Sebagaimana para Muassis Nadhlatul ‘Ulama, salah satunya yaitu Hadhrotusyaikh Hasyim Asy’ari yang menjaga paham Ahlussunnah Wa al-Jama’ah dan semangat nasionalisme dari belenggu penjajah. Kemudian huruf “T” dimaknai dengan تَقْوَى yaitu ketakwaan dan ketundukan kepada Allah SWT dan meyakini ajaran Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya huruf “R”  الرِّعَايَةُ والحِفْظُ مِنَ التّعَالِيْمِ الدِّيْنِيَّةِ الإٍسْلاَمِيَّةِsebagaimana hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. KH. Sa’id Aqil Siradj dalam ceramahnya, ”Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mempertahankan nilai-nilai agama Islam dan budaya, memelihara kebangsaan sekaligus menjadi peradaban yang kokoh. Huruf “I” atau “Y” dalam tulisan arabnya (سنتري)  diartikan dengan يَقِيْنٌ  atau إِتْقَانٌ . Bahwa santri harus mempunyai keyakinan untuk menggapai harapan-harapannya dan pandai dalam menjaga tingkah laku dan relasinya melalui hikmah, pelajaran dan, tujuan Sang Pencipta sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Amidi dalam “Al-Ihkam Fii Ushul al-Ahkam” :

أَنَّ أَئِمَّةَ الْفِقْهِ مُجْمِعةٌ عَلَى أَنَّ أَحْكَامَ  اللهِ لاَ تَخْلُو مِنْ حِكْمَةٍ وَمَقْصُوْدَةٍ

Para ahli fiqh sepakat bahwa hukum-hukum Tuhan tidak lepas dari hikmah dan tujuan.[4]

Lima makna filosofi ini menjadi pesan penting pada Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2023. Santri menjadi aktor utama dalam bidang pendidikan, sarana dakwah dan pemberdayaan ekonomi. Ini adalah wujud konkret kiprahnya para santri untuk menjadikan Indonesia sebagai negeri yang berdaulat, adil dan sejahtera.

Jihad Santri, Jayakan Negeri...

 

Al-Faqir Muhamad Reja Najib

Contact :


[1] Dendy Sugono, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. 1266, 1341 & 1548.

[2] Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah Ibn al-Mubaarak Ibn Wadhih al-Handzholi (181 H),  al-Jihad Li Ibn al-Mubaarak, Dar al-Tunisiyah, Tunisia, 1972. No. 227. 169.  

[3] Burhanuddin al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Thariqa al-Ta’allumi, Al-Maktabah al-Azhariyyah Li al-Turats, 2012. 34.

[4] Al-Amidi,  Al-Ihkam Fii Ushul al-Ahkam, Juz III, 411.

Posting Komentar

0 Komentar

.